Candi Cangkuang salah satu candi penginggalan bersejarah agama Hindu yang terletak di sebuah pulau kecil di tengah Situs Cangkuang Garut, Jawa Barat. Cagar budaya ini menjadi satu–satunya candi hindu yang masih utuh, sehingga sangat menarik untuk dieksplor.
Harga Tiket: Rp 3.000; Map: Cek Lokasi Alamat: Leuwigoong Karanganyar, Cangkuang, Kec. Leles, Kab. Garut, Jawa Barat. |
Dikepung oleh jajaran pegunungan dan dibelah oleh sungai besar, membuat Garut menjadi daerah yang unik. Berbagai keunikannya ini pun berhasil mendatangkan banyak wisatawan ke sini. Yang mana di kota intan tersebut, Anda bisa menemukan banyak objek wisata termasuk wisata sejarah. Sebut saja seperti Canding Cangkuang yang merupakan satu satunya candi bercorak hindu di sini.
Daftar Konten
Asal Usul Candi Cangkuang
Candi Cangkuang merupakan candi bercorak hindu satu satunya di tatar Sunda. Bahkan untuk daerah ini, bisa dibilang bahwa candi ini adalah satu satunya peninggalan candi yang masih utuh. Dimana menurut sejarahnya sendiri, candi satu ini ditemukan pada sekitar tahun 1966.
Penemu Candi Cangkuang bernama Drs. Uka Tjandra Sasmita, yang merupakan seorang ahli purbakala. Penemuan yang dilakukan oleh Sasmita ini dibantu dengan adanya tulisan dari Vorderman di dalam bukunya yang berjudul Bataviaasch Genootschap. Vorderman sendiri adalah seorang warga Belanda yang dulunya pernah bertempat tinggal di Garut.
Vorderman menggarap buku berjudul Bataviaasch Genootschap pada sekitar tahun 1893. Di dalam buku tersebut disebutkan bahwa terdapat arca serta makam kuno di daerah Desa Cangkuang, Kabupaten Garut. Membaca tulisan ini, tim peneliti yang kala itu berasal dari empat wilayah yakni Jawa Barat, DKI Jakarta, Provinsi Banten, dan Lampung, mengerahkan tenaga untuk mencarinya.
Tim peneliti terus melakukan penggalian di titik yang disebutkan dalam buku, yaitu di daerah Desa Cangkuang. Penggalian ini dilakukan mulai tahun 1967 hingga tahun 1968, dimana pada tahun 1966 itulah Candi Cangkuang berhasil ditemukan. Namun pondasi candi yang ditemukan saat itu hanya berukuran sekitar 4,5 x 4,5 meter.
Bersamaan dengan puing puing candi yang berserakan di sekitarnya. Hanya itu saja yang ditemukan oleh tim peneliti, tanpa adanya keterangan jelas mengenai siapa yang membangun candi atau kerajaan manakah yang mempunyai candi tersebut. Akan tetapi, peneliti memberikan spekulasi bahwa candi Hindu ini berasal dari abad ke-7 hingga ke-8 masehi.
Yang mana Candi Cangkuang tersebut merupakan peninggalan dari masa Hindu-Budha. Spekulasi ini diperoleh karena ditemukannya arca Siwa di dalam candi. Bentuk bangunannya pun terlihat tidak mempunyai gambar relief, dan dinding dindingnya masih polos. Bentuk ini disebutkan memiliki kemiripan dengan bangunan candi yang ada di daerah dataran tinggi Dieng, tepat Gedong Songo.
Candi candi di sana kebanyakan adalah peninggalan masa Hindu Budha. Jadi Candi Cangkuang ini juga diperkirakan demikian. Adanya arca Siwa juga membuktikan bahwa candi tersebut memiliki fungsi untuk menghormati dewa Siwa. Konon tepat di bawah patung dewa Siwa, terdapat lubang yang dalamnya mencapai 7 m.
Namun hingga kini lubang yang dimaksud belum pernah terbukti, lantaran pengunjung candi tidak diperbolehkan untuk masuk ke dalam ruangan. Jadi hanya terlihat arca Siwa dengan tinggi sekitar 62 cm saja, di tengah tengah ruangan yang memiliki luas kurang lebih 2,2 meter persegi dan tinggi 3,38 meter tersebut.
Candi yang sekarang dijadikan sebagai cagar budaya ini sekitar 60 persennya merupakan hasil pugaran. Sebab penggalian yang dilakukan para peneliti hanya menemukan sekitar 40 persen puing puing candi. 60 persen sisanya diambil dari batu yang dicetak, agar bangunan candi tersebut bisa dibuat semirip mungkin dengan perkiraan bentuk aslinya.
Setelah dipugar, saat ini keseluruhan bangunan candi memiliki ukuran sebesar 4 x 18 x 8 meter. Dan sekarang secara luas dikenal sebagai Candi Cangkuang, dimana nama Cangkuang sendiri diambil dari nama desa tempat ditemukannya candi tersebut. Selain itu Cangkuang juga berasal dari nama tanaman sejenis pandan yang banyak ditemukan di desa ini.
Daya Tarik Wisata Candi Cangkuang
Mengulik asal usul atau sejarah Candi Cangkuang memang sangat menarik. Namun daya tarik yang dimiliki oleh candi bercorak hindu satu ini tidak hanya berasal dari sejarahnya saja. Karena berbagai hal di sekitar candi juga bisa dinikmati sebagai objek wisata yang apik, seperti pemukiman adat Kampung Pulo yang ada di sebelah selatan candi.
Kampung Pulo tersebut adalah salah satu bagian dari cagar budaya yang ada di sini, bahkan masih satu kompleks dengan Candi Cangkuang itu sendiri. Pemukiman adat Kampung Pulo juga memiliki sejarahnya sendiri yang menarik untuk disimak, dimana konon kampung ini adalah tempat penyebaran agama islam pertama yang ada di Desa Cangkuang, bahkan di daerah Garut.
Penyebaran agama islam di sini dilakukan oleh Embah Dalem Arief Muhammad, yang juga memberikan kontribusi dalam mendirikan peradaban di daerah tersebut. Bahkan masyarakat adat Kampung Pulo merupakan keturunan asli dari beliau. Embah Dalem Arief Muhammad sendiri merupakan panglima perang yang berasal dari Kerajaan Mataram.
Saat beliau menjabat sebagai panglima, Sultan Agung kemudian mengutusnya pergi ke Batavia untuk menyerang VOC yang tengah menduduki daerah tersebut. Singkat cerita, Embah Dalem Arief Muhammad yang ditugaskan menyerang VOC ternyata kalah dalam pertempuran. Karena malu dan takut mendapat hukuman, beliau pun tidak kembali ke Kerajaan Mataram.
Embah Dalem Arief Muhammad pada akhirnya memutuskan untuk bersembunyi di Garut, atau tepatnya di Desa Cangkuang. Selama persembunyiannya inilah, beliau sekaligus melakukan penyebaran agama islam ke masyarakat setempat. Kala itu masyarakat masih mayoritas menganut agama Hindu, dinamisme, dan juga animisme.
Sehingga Embah Dalem Arief Muhammad bertekad untuk menyebarkan agama islam di sini dan menghabiskan sisa hidupnya di sana. Bahkan pengunjung Candi Cangkuang bisa menemukan makam beliau tidak jauh dari candi dan Kampung Pulo. Masyarakat sekitar hingga saat ini terlihat cukup sering melakukan ziarah ke makam ini.
Namun ziarah yang dilakukan umumnya selain hari Rabu dan malam Rabu. Karena di sini, diberlakukan larangan ziarah pada hari hari tersebut lantaran pada masa agama Hindu dahulu, hari Rabu dijadikan sebagai hari mereka untuk melakukan ibadah. Jadi hingga kini dilakukan larangan ziarah pada hari hari tertentu ini.
Kampung Pulo sendiri bisa menjadi wisata budaya yang menarik untuk dijelajahi, mengingat bahwa di kampung adat ini semuanya merupakan keturunan asli dari Embah Dalem Arief Muhammad. Setidaknya di kampung ini terdapat kurang lebih 23 orang, yang terdiri dari 13 laki laki dan sisanya perempuan.
Mereka merupakan generasi ke-8, ke-9, dan juga ke-8 dari almarhum, yang mendiami 6 rumah di Kampung Pulo. Jumlah bangunan di Kampung Pulo memang tidak pernah bertambah sejak dulu, yaitu terdiri dari 7 bangunan yaitu 6 rumah dan 1 mushola. Sejak abad ke-17 jumlahnya selalu seperti itu, tanpa pengurangan maupun penambahan.
Jumlah dari bangunan yang ada di Kampung Pulo merupakan simbol putra dan putri Embah Dalem Arief Muhammad, yang dulunya beliau memiliki 7 orang anak. 1 Mushola yang dibangun di sini adalah simbol satu satunya anak laki laki Embah yang meninggal ketika hendak disunat. Jadi yang melanjutkan keturunan Embah Dalem adalah anak perempuannya.
Sehingga hak waris dari orangtua di sini tidak jatuh pada anak laki laki, melainkan anak perempuan. Saat ada warga adat yang menikah, maka keluarganya harus dibawa ke luar kampung. Lantaran di Kampung Pulo tidak diperbolehkan adanya penambahan kepala keluarga. Nantinya jika ada ayah atau ibunya yang meninggal, maka mereka harus kembali mengisi kekosongan.
Keunikan dari pemukiman adat Kampung Pulo inilah yang juga menjadi daya tarik Candi Cangkuang, sehingga berhasil mendatangkan banyak wisatawan. Belum lagi perkampungan adat tersebut terus berbenah menjadi wisata apik dengan kesan modern klasik. Mereka tetap memegang tradisi yang kental sembari memberikan berbagai fasilitas untuk wisatawan.
Alamat, Rute Lokasi dan Harga Tiket Candi Cangkuang
Untuk mengunjungi lokasi Candi Cangkuang Anda perlu menyeberangi Situ Cangkuang terlebih dahulu. Pasalnya letak dari candi berada di Kampung Pulo, Desa Cangkuang, Kecamatan Leles, Kabupaten Garut, Jawa Barat. Kampung Pulo ini ada di tengah tengah tengah dari Situ Cangkuang.
Sehingga untuk mencapai lokasi candi harus melintas menyeberangi Situ Cangkuang. Yang mana Anda bisa menggunakan kendaraan pribadi maupun kendaraan umum untuk mengakses lokasi. Apabila menggunakan kendaraan umum, maka Anda bisa menggunakan bus untuk sampai ke Alun Alun Leles. Dari alun alun bisa menggunakan jasa ojek atau andong untuk menuju danau.
Harga tiket masuk yang ditawarkan untuk wisata sejarah satu ini terbilang sangat murah meriah, karena turis lokal hanya perlu merogoh kocek sekitar Rp. 3.000 saja per kepala sementara turis mancanegara hanya dikenakan tarif kurang lebih Rp. 5.000. Selain itu, Anda juga perlu menyiapkan dana untuk tiket rakit pulang pergi melintasi danau yang dibanderol hanya Rp. 5.000 saja.
Untuk mengunjungi Candi Cangkuang, Anda bisa datang pada jam operasionalnya yaitu pada pukul 08.00 hingga 16.00. Namun pada hari hari besar islam atau hari hari tertentu mungkin area candi akan ditutup. Karena masyarakat Kampung Pulo biasanya menggunakannya untuk melakukan perayaan. Jadi untuk jam operasional maupun tarif mungkin bisa berubah sewaktu waktu.
Aktivitas Menarik yang Dapat Dilakukan di Candi Cangkuang
1. Menjelajah Kampung Pulo
Seperti yang telah disebutkan, pemukiman adat Kampung Pulo terus berbenah menjadikan perkampungannya sebagai tempat wisata yang apik untuk para pengunjung candi. Di lain sisi mereka tetap memegang teguh tradisi lama hingga saat ini. Sehingga kampung yang ada di dalam area cagar budaya ini tentu sangat menarik untuk dijelajahi.
2. Berkunjung ke Museum Situs Cangkuang
Di cagar budaya Candi Cangkuang, telah dibangun Museum Situs Cangkuang untuk para penikmat sejarah. Lokasi museum tersebut berada di area yang sama dengan candi. Dimana di dalamnya Anda bisa menemukan banyak sekali peninggalan sejarah dari hasil galian candi. Selain itu, di sini juga tersimpan kitab kitab tulisan tangan dari Embah Dalem Arief Muhammad.
3. Berburu Foto
Berlibur rasanya kurang afdol jika tidak sekaligus berburu foto di lokasi wisata. Are cagar budaya ini tentunya bisa memberikan banyak sekali spot foto klasik yang apik, untuk menghasilkan berbagai foto ciamik. Bagi Anda yang menyukai fotografi, bahkan bisa dimanjakan dengan kesan tempo dulu berpadu kesan modern yang dihadirkan di Kampung Pulo.
Banyak sekali kegiatan menarik yang bisa dilakukan di area cagar budaya Candi Cangkuang di Garut. Bisa dibilang bahwa menjelajah di objek wisata ini sangat jauh dari kesan membosankan, yang kerap kali ditujukan pada wisata sejarah. Mengunjungi Candi Cangkuang akan memberikan Anda pengetahuan, keseruan, bahkan foto ciamik untuk diunggah ke sosial media.